Kamis, 28 Oktober 2010

Membangun Karakter Insan Pendidikan Penting atau Genting…? Darurat atau Gawat …?

Pengetahuan ada karena ketidaktahuan,
Kebenaran ada karena kedzoliman,
Petunjuk ada karena ketidakpastian,
Kehidupan ada karena kematian,
Kenyataan ada karena impian
Karakter ada sejak manusia diciptakan
Dan berkembang karena kebiasaan (purindro)

Membangun bangsa bukanlah pekerjaan sekejap dan mudah, oleh karena itu para pendahulu bangsa sangatlah memperhatikan pembangunan karakter yang terus menerus dikembangkan serta diwariskan dalam perjalanan sejarah sampai saat ini. Namun kenyataan saat ini, semua mata telah menjadi saksi bahwa kerusakan telah terjadi dimana-mana. Dan yang paling membuat kita menangis adalah fenomena kerusakan itu ada dilembaga pemerintah yang menjadi harapan banyak pihak dan cukup besar memberikan andil bagi pembangunan karakter bangsa, salah satunya adalah Departemen Agama dan Departemen Pendidikan. Semua pihak sudah kebingungan harus dimulai dari mana dan akan berbuat apa lagi ketika dampak kerusakan moral / karakter sudah masuk ke semua sendi kehidupan.

Saya membayangkan betapa sedihnya nenek moyang kita dan para pahlawan bangsa ketika mereka menyaksikan fenomena kerusakan moral bangsa ini. Masyarakat kita sudah terlalu menderita, dan mental pejuang yang selalu mengamalkan nilai-nilai dasar dalam aktivitas kehidupan sudah tidak terlihat lagi. Bayangkan hanya untuk menunggu 1-3 menit diperempatan lampu merah saja, sudah tidak bisa, kesabaran sudah hilang, seakan-akan hidup ini sudah sangat berat sekali dan tidak ada tempat untuk berkorban.

Yang lebih memprihatinkan ketika kondisi bangsa sudah morat marit beberapa pihak yang berkepentingan baru akan mencanangkan gerakan pendidikan karakter. Saat ini kondisinya sudah gawat (mengancam) bukan darurat. Sudah saatnya seluruh warga negara ini berkomitmen dan memulai action dalam pembangunan karakter dikeluarga masing-masing, dan gerakan ini harus dipelopori oleh para pemimpin disemua lini. Tanpa sebuah komitmen yang kuat dan didahului oleh para pemimpin, semua kegiatan yang dilakukan oleh DIKNAS atau DEPAG hanya sekedar proyek yang membuang-buang biaya saja.

Dalam survey singkat terhadap nilai dasar dan soft skill, saya menemukan fenomena yang sangat memprihatinkan tentang gambaran karakter insan pendidikan baik guru dan kepala sekolah dibeberapa daerah. Dari 431 Insan pendidikan yang disurvey hanya 10,67 % yang merasa bahagia, sedangkan yang memiliki komitmen 100% terhadap diri sendiri dan orang lain dalam menjalankan tugas hanya 30,39%. Hanya ada 11,83% yang merasa memiliki kelebihan dibanding kekurangannya. Dan dari 72,38% insan pendidikan yang ingin sukses hanya 23,20% yang memiliki keyakinan bahwa harapan / impiannya bisa tercapai. Coba anda bayangkan jika seorang pendidik tidak memiliki keyakinan mencapai cita-citanya / harapannya, bagaimana dengan anak didiknya...? wajar kalau anak didik kita tidak percaya diri dan lebih banyak merasa memiliki kekurangan dari pada kelebihannya yang dampak kedepannya adalah tidak pandai bersyukur / kufur nikmat.

Ada 79,35 insan pendidik yang membutuhkan orang lain untuk mewujudkan cita-citanya, dan hanya 39,21% yang merasa dirinya adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam mencapai cita-citanya. Hal ini diperkuat dengan hasil survey, hanya 40,83% insan pendidikan merasa sepenuhnya bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang dilakukannya. Hasil survey singkat ini menggambarkan masih rendahnya kualitas rasa bertanggung jawab sebagian insan pendidikan dinegeri Indonesia tercinta. Mungkin hasil survey yang sangat superfisial ini ada hubungannya dengan kondisi saat ini dimana hanya 7,42% yang merasa disiplin dalam hidupnya dan yang luar biasa adalah hanya 31,09% yang memiliki keterbukaan dan kejujuran baik terhadap keluarga, saudara dan teman kerja. Dan yang merasa menjalankan kepedulian dengan sepenuhnya hanya 13,68%. Yang menjadi pertanyaan adalah mampukah generasi unggulan lahir dari insan pendidik yang belum unggulan...? Lalu mau menunggu sampai kapan...? Insan pendidikan adalah yang bertanggung jawab atau korban ...?

Segala hal yang baik, pasti berasal dari sesuatu yang baik, tersimpan dalam wadah/lingkungan yang baik, mengeluarkan bau yang baik dan terlihat dengan pandangan yang baik pula.

Kejujuran dan tanggung jawab bukan hanya diucapkan atau dipahami saja, tetapi harus diamalkan disetiap relung kehidupan kita. Yang sangat aneh adalah ideologi pendidikan kita diarahkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan semangat kebangsaan, kerakyatan, kemerdekaan dan kemanusiaan. Namun kenyataannya, semangat kebangsaan dan kerakyatan itu tidak tumbuh dan berkembang sebagaimana yang dicita-citakan. Bahkan yang berkembang adalah pendidikan materialistik, semangat monopoli dan kekeluargaan. Kemerdekaan itu hanya slogan dan pendidikan terus berjalan dengan sistem yang belum memanusiakan sebagaimana yang Tuhan inginkan. Sistem pembelajaran kita telah menjadikan peserta didik hanya sebagai objek pembelajaran bukan subjek pembelajaran...? Dan yang paling aneh adalah ketika kita membangun manusia tanpa melibatkan semua aspek sebagai tolok ukur keberhasilan...?. Padahal, masih banyak cara yang jauh lebih efisien dan efektif untuk menghasilkan manusia seutuhnya dengan keunggulan yang kompetitif.
Saat saya belajar di sekolah dasar ketika guru bertanya baik saat ujian maupun ulangan harian pasti jawaban saya 100, yaitu ”buang sampah di tempat sampah”. Namun ketika satu kali saja saya melihat salah satu guru saya membuang puntung rokok dan bungkus rokok sembarangan, hancurlah semua yang saya yakini dan saya amalkan selama ini karena saya melihat dengan kepala saya sendiri ada yang sangat berbeda antara teori dengan kenyataan. Wajar kalau ”guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Dan kondisi kita yang morat marit ini bukan tanggung jawab DIKNAS dan DEPAG ”SAJA”. Tetapi semua pihak mempunyai peran dallam mewarnai pertumbuhan dan perkembangan karakter anak bangsa. Semua dari kita adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya.

“Dan Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatirkan terhadap kesejahteraan mereka. Oleh karena itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (Al Qur’an Annisaa’ :9)

Adanya fenomena dari siang ke malam dan malam ke siang yang hampir setiap hari disaksikan, telah memberikan inspirasi yang sangat mendasar, yaitu ”Perubahan”. Adanya perubahan bukanlah sesuatu yang mengancam atau menakutkan, namun perubahan adalah suatu kesempatan bagi kita dalam mewujudkan cita-cita.

Setiap langkah hidup kita hendaklah selalu berlandaskan kepada kenyataan atau hal-hal yang realistis, bukan kepada angan-angan yang tidak pasti. Masa depan adalah suatu masa yang sama persis seperti saat ini, hanya ”content”/isinya dan ”context”/kemasannya yang berbeda. Perubahan pasti akan selalu ada, namun sejauh mana perubahan itu sendiri sudah kita kelola dan diciptakan dalam rangka menggapai masa depan yang lebih baik dan bermanfaat. Kita semua, termasuk DIKNAS dan DEPAG, bertanggung jawab untuk berkomitmen 100% serta mau menjalankan nilai-nilai dasar serta memprioritaskan hal yang paling genting/gawat dalam menyelesaikan masalah bangsa yaitu pembangunan karakter.

Ketidakpastian bukanlah yang harus kita hindari namun sesuatu yang harus kita sadari dan siasati. Dengan mempersiapkan segala sesuatu yang mungkin dan akan terjadi secara baik dan tepat akan mempermudah kita membangun bangsa terutama insan pendidikan.

dr. Purindro Santoso
Motivator dan Master Trainer Eye’s Power Leadership Center
Human Capital Development Consultant, Personal Coach
Hp : 081317721890 021-68060975
E-mail : purindro@gmail.com
purindros@yahoo.com